Rabu, 28 Mei 2014

makalah gaya kepemimpinan presiden di indonesia



Kata pengantar


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul GAYA KEPEMIMPINAN PRESIDEN DI INDONESIA. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Kepemimpinan.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Dosen kami Supriatno, Spd, Msi  yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.


Bandung , 13 Mei 2014


                 Penulis


BAB I

PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

 

Indonesia, sebuah negara kepulauan yang memiliki sejarah cukup panjang sebelum menjadi bentuknya seperti sekarang ini. Walaupun masih jauh lebih muda jika di bandingkan dengan negara kekaisaran seperti China atau Jepang dan kerajaan Inggris yang telah mencapai peradaban sekitar 500 bahkan 1000 tahun silam.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam budaya, suku bangsa, etnis dan bahasa. Sehingga implikasinya, Indonesia harus memiliki seorang pemimpin yang mampu menyatukan berbagai macam perbedaan yang ada di dalamnya. Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Kepemimpinan yang akan membahas mengenai sosok-sosok di balik berdirinya negara Indonesia, khususnya para pemimpin yang pernah atau sedang menjabat sebagai presiden Republik Indonesia serta membahas mengenai karakteristik dan sisi humanisasi presiden tersebut.
Presiden pertama sekaligus Bapak proklamator Indonesia adalah Ir. Soekarno atau lebih di kenal sebagai “Bung Karno” yang memimpin Indonesia sejak 1945-1966 yang kemudian di gantikan oleh Soeharto yang berkasa di Indonesia selama kurang lebih 32 tahun (1966-1998). Setelah berakhirnya rezim Soeharto, Indonesia di pimpin oleh B.J. Habibie yang memerintah kurang dari 1 tahun dan di gantikan kepemimpinannya oleh presiden Abdurrahman Wahid yang kemudian juga di gantikan oleh Megawati Soekarnoputri yang merupakan presiden wanita pertama di Indonesia hingga kini kepemimpinan di pegang oleh Susilo Bambang Yudhoyono yang sedang menjalani masa kepemimpinan periode kedua.
Dalam makalah ini, kami mencoba menuliskan sisi-sisi yang bukan hanya sisi politik seorang presiden tetapi juga sisi manusiawi dari sosok tersebut. Karena, tidak dapat di pungkiri bahwa kepribadian dan karakteristik seseorang akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan atau tindakan yang di ambilnya. Selain itu, kami juga mencoba menjelaskan bahwa presiden pun seorang manusia yang tidak akan lepas dari kesalahan dan kesubjektifannya dalam mengambil suatu tindakan.


1.2 RUMUSAN MASALAH

Lalu sekarang pertanyaannya, bagaimanakah gaya kempimpinan dari keenam Presiden Indonesia, bagaimanakah gaya kepemimpinan seorang Ir. Soekarno , Soeharto, B.J. Habibie , Abdurrahman Wahid ,Megawati, dan gaya kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Gaya kepemimpinan ini penting karena ia akan menentukan corak Pemerintahan, ritme jalannya penyelenggaraan negara, besar pengaruhnya dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan atau program yang telah ditetapkan. Gaya kepemimpinan seseorang juga berpengaruh dalam hubungan dengan lingkungan terdekat, misalnya dalam kaitan hubungan antara presiden dan wakil presiden, serta hubungannya dengan para menteri, bahkan sampai dengan pihak-pihak di luar negeri (ibid.)

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan karya tulis ini adalah
· Melatih mahasiswa menyusun makalah dalam upaya lebih meningkatkan pengetahuan dan kreatifitas mahasiswa.
· Agar mahasiswa lebih memahami dan mendalami pokok bahasan khususnya tentang kepemimpinan.

1.4 METODE PENULISAN

Dari banyak metode yang penulis ketahui, penulis menggunakan metode kepustakaan. Pada zaman modern ini metode kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet). Penulis menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, serta sangat mudah untuk mencari bahan dan data – data tentang topik ataupun materi yang penulis gunakan untuk karya tulis ini.

1.5 RUANG LINGKUP

Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang kami miliki maka ruang lingkup makalah ini terbatas pada pembahasan mengenai Gaya Kepemimpinan Presiden Di Indonesia.




BAB II

PEMBAHASAN

2.1 HAKIKAT KEPEMIMPINAN

Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi, perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan yang berkaitan satu dengan lainnya.
Beberapa ahli berpandapat tentang Pemimpin, beberapa diantaranya :
· Menurut Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
· Menurut Robert Tanembaum, Pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan, mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan.
· Sedangakn menurut Pancasila, Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
·         Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
·         Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
·         Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
Seorang pemimpin boleh berprestasi tinggi untuk dirinya sendiri, tetapi itu tidak memadai apabila ia tidak berhasil menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik dalam diri para bawahannya. Dari begitu banyak definisi mengenai pemimpin, dapat kami simpulkan bahwa : Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi atau dalam hal ini di pemerintahan tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi/pemerintahan yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
- Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
- Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.

2.2 Teori Kepemimpinan


            Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seorang menjadi pemimpin; atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Ada beberapa teori tentang kepemimpinan, diantaranya ialah:
1.    Teori Kelebihan, teori ini beranggapan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin apabila ia memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup 3 (tiga) hal, yaitu:
a.    Kelebihan ratio: ialah kelebihan dalam menggunakan pikiran, kelebihan dalam pengetahuan tentang hakikat tujuan dari organisasi, dan kelebihan dalam memiliki pengetahuan tentang cara-cara menggerakkan organisasi, serta dalam pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Dengan kelebihan ratio diharapkan seorang pemimpin mampu mengatasi segala macam persoalan yang dihadapi oleh organisasi. Pimpinan merupakan tumpuan dari para pengikutnya.
b.    Kelebihan rohaniah: berarti seorang pemimpin harus mampu menunjukkan keluhuran budi pekertinya kepada para bawahan. Seorang pemimpin harus mempunyai moral yang tinggi karena pada dasarnya pemimpin merupakan panutan para pengikutnya. Segala tindakan, perbuatan, sikap dan ucapan hendaknya menjadi suri teladan bagi para pengikutnya.
c.    Kelebihan badaniah: berarti seorang pemimpinan hendaknya memiliki kesehatan badaniah yang lebih dari para pengikutnya sehingga memungkinkan untuk bertindak dengan cepat. Akan tetapi masalah kelebihan badaniah ini dapat kita ambil contoh, misalnya kepemimpinan Panglima Besar Jendral Soedirman, pada jaman revolusi. Meskipun dalam keadaan sakit, beliau mampu memimpin perang gerilya dan ia sangat disegani. Hal ini disebabkan oleh karena kewibawaannya dalam memimpin anak buahnya.

2. Teori Sifat
            Pada dasarnya teori sifat sama dengan teori kelebihan. Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang lebih daripada yang dipimpin yang dipimpin. Di samping memiliki tiga macam kelebihan (ratio, rohaniah, dan badaniah), hendaknya seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat yang positif sehingga para pengikutnya dapat menjadi pengikut yang baik, dan memberikan dukungan kepada pemimpinnya. Sifat-sifat kepemimpinan yang umum, misalnya bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif dan kreatif.
            Di masa sekarang, di samping harus memiliki sifat-sifat seperti yang telah diuraikan di atas, pemimpin diharapkan juga mempunyai sifat mental yang siap membangun. Mukti Ali (saat masih menjabat sebagai Menteri Agama RI) menyatakan ada ciri-ciri tertentu dari mental yang siap membangun, yaitu:
·         Suka bekerja keras
·         Sabar menderita dan menghadapi kesulitan untuk mencapai tujuan
·         Bersifat terbuka, suka menerima ide-ide baru karena salah satu sifat dari masyarakat ialah selalu berubah.
·         Mau bekerja sama dengan pihak-pihak lain (perseorangan, badan-badan atau instansi-instansi) yang mempunyai ide-ide baru dan baik.
·         Berani melakukan eksperimen. Kalau tidak berani melakukannya maka tidak akan pernah timbul ide-ide baru.
·         Hemat. Tidak boros.
·         Teliti dalam pekerjaan.
·         Jujur.
·         Bersifat mau berbakti atau mempunyai dedikasi.
·         Suku rukun, antara lain rukun dalam hubungan antar agama. Kerukunan adalah salah satu prasyarat bagi pembangunan.

3. Teori Keturunan
            Teori keturunan disebut juga teori pembawaan lahir. Ada juga yang menyebut teori genetis. Menurut teori keturunan, seseorang dapat menjadi pemimpin adalah karena keturunan atau warisan. Karena orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin menggantikkan orangtuanya. Hal ini berarti, seolah-olah menjadi pemimpin karena ditakdirkan. Pada zaman penjajahan Belanda, teori ini sering menjadi kenyataan. Misalnya, apabila ayahnya menjadi bupati, maka anaknya akan menjadi bupati menggantikan orangtuanya. Pada abad modern dewasa ini, teori ini hanya terdapat pada negara-negara yang berbentuk monarki (kerajaan), dimana kedudukan sebagai raja diperoleh karena warisan atau keturunan.

4. Teori Kharismatis
            Teori kharismatis menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh) yang sangat besar. Kharisma itu diperoleh dari Kekuatan Yang Maha Kuasa. Dalam hal ini terdapat suatu kepercayaan bahwa orang itu adalah pancaran dari Zat Tunggal, dari Tuhan Yang Esa, sehingga dianggap mempunyai kekuatan ghaib (supranatural power). Pemimpin yang bertipe kharismatis biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar. Tokoh-tokoh atau para pemimpin yang mempunyai tipe kharismatis, misalnya: Panglima Besar Jendral Sordirman, Ir. Sukarno, John F. Kennedy, Nehru, dan lain-lain.

5. Teori Bakat
            Teori bakat disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin itu lahir karena bakatnya. Ia menjadi pemimpin karena memang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan itu harus dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut menduduki suatu jabatan.

6. Teori Sosial
            Teori sosial beranggapan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal maupun melalui pengalaman praktek. Yang menjadi masalah adalah apakah orang yang bersangkutan mendapat kesempatan atau tidak. Banyak orang yang mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin, tetapi kesempatan tidak pernah diberikan kepadanya. Sebaliknya, ada sementara pejabat yang sebenarnya tidak mempunyai potensi untuk menjadi pemimpin, tetapi ia mendapat kesempatan untuk memimpin. Apabila orang itu dalam menjalankan kepemimpinan tidak mau mempelajari ilmu kepemimpinan atau ilmu manajemen maka ia akan memperoleh cara-cara mempengaruhi orang lain dan bagaimana teknik-teknik kepemimpinan yang baik.

2.3 Tipe-Tipe Kepemimpinan


Yang dimaksud dengan tipe kepemimpinan adalah gaya atau corak kepemimpinan yang dibawakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain faktor pendidikan, faktor pengalaman, faktor usia, dan faktor karakter, tabiat atau sifat yang ada pada diri pemimpin tersebut. Orang yang ambisius untuk menguasai setiap situasi, apabila menjadi pemimpin akan bersifat otoriter. Orang yang mempunyai sifat kebapakan, apabila menjadi pemimpin akan menjalankan kepemimpinan yang bertipe paternalistik. Pemimpin yang tidak menguasai bidang tugas yang menjadi wewenangnya akan menyerahkan segala sesuatunya kepada para bawahan, sehingga gaya kepemimpinannya bersifat laisser faire.
Dari berbagai leteratur dapat ditemukan berbagai tipe kepemimpinan, anatara lain:
1)        Tipe Otokratis
Otokratis berasal dari kata otokrat, dari kata autos dan kratos. Autos berarti sendiri, dan kratos berarti kekuatan atau kekuasaan (power). Jadi kepemimpinan otokratis adalah kepemimpinan yang mendasarkan kepada suatu kekuasaan, kekuatan yang melekat pada dirinya. Hal ini berarti seseorang menjadi pemimpin karena mempunyai kekuatan atau kekuasaan (power).

Ciri-ciri kepemimpinan yang bertipe otokratis antara lain:
·         Mengandalkan kepada kekuatan atau kekuasaan yang melekat pada dirinya
·         Menganggap dirinya yang paling berkuasa (kuasa tunggal)
·         Menganggap dirinya paling mengetahui segala macam persoalan, orang lain dianggap tidak tahu.
·         Keputusan-keputusan yang diambil secara sepihak, tidak mengenal kompromi, sehingga ia tidak mau menerima saran dari bawahan. Ia bahkan tidak memeberi kesempatan kepada bawahan untuk memberikan saran, pendapat atau ide.
·         Keras dalam mempertahankan prinsip.
·         Jauh dari para bawahan.
·         Lebih menyukai bawahan yang bersikap “yesman”, “abs” (asal bapak senang).
·         Perintah-perintah diberikan secara paksa.
·         Pengawasan dilakukan secara ketat agar perintah benar-benar dilaksanakan.

2)        Tipe Laisser Faire
Seperti telah diuraikan diatas, tipe laisser faire pada umumnya dijalankan oleh pemimpin yang tidak mempunyai keahlian teknis. Tipe laisser mempunya ciri-ciri antara lain:
·         Memberikan kebebasan sepenuhnya kepada para bawahan untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
·         Pimpinan tidak terlibat dalam kegiatan sehingga pemimpin tidak ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan kelompok.
·         Semua pekerjaan dan tanggungjawab dilimpahkan kepada bawahan.
·         Tidak mampu mengadakan koordinasi dan pengawasan yang baik.
·         Tidak mempunyai wibawa sehingga ia tidak ditakuti apalagi disegani oleh bawahan.
·         Secara praktis pemimpin tidak menjalankan kepemimpinan sehingga ia hanya merupakan simbol belaka.
Berdasarkan ciri-ciri di atas, pemimpin dengan tipe laisser faire bukanlah pemimpin dalam arti sebenarnya. Seorang pemimpin dengan cara apapun diharapkan dapat menggerakkan bawahan sehingga tujuan oeganisasi dapat tercapai. Cara yang terbaik ialah mempengaruhi, bukan dengan menakut-nakuti.



3)        Tipe Paternalistik
Tipe peternalistik adalah tipe kepemimpinan yang bersifat kebapakan. Pemimpin bertindak sebagai seorang bapak yang selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan dalam batas-batas kewajaran.
Ciri-ciri tipe paternalistik antara lain:
·         Pemimpin bertidak sebagai seorang bapak.
·         Memperlakukan bawahan sebagai orang yang belum dewasa.
·         Selalu memberikan perlindungan kepada para bawahan yang kadang-kadang terlalu berlebihan.
·         Keputusan ada ditangan pemimpin, bukan karena pemimpin ingin bertindak secara otoriter, tetapi karena keinginan dari pihak pimpinan yang ingin selalu memberi kemudahan kepada bawahan. Oleh karena itu para bawahan jarang-jarang bahkan sama sekali tidak memberikan saran kepada pimpinan. Pihak pimpinanpun jarang meminta saran dari bawahan.
·         Karena keputusan ada ditangan pimpinan, maka pimpinan menganggap dirinya yang paling mengetahui segala macam persoalan.

4)        Tipe Militeristis
Tipe Militeristis tidak hanya terdapat dikalangan militer saja. Tetapi banyak pemimpin instansi (non-militer) yang menerapkan kepemimpinan dengan tipe militeristis. Tipe militeristis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
·         Dalam mengadakan komunikasi, lebih banyak mempergunakan saluran formal.
·         Dalam menggerakkan bawahan lebih banyak menggunakan sistem komando/perintah, baik perintah itu secara lisan maupun secara tertulis.
·         Segala sesuatu bersifat formal
·         Disiplin yang tinggi, kadang-kadang bersifat kaku.
·         Karena segala sesuatunya melalui perintah, maka komunikasi hanya berlangsung satu arah sehingga bawahan tidak diberi kesmpatan untuk mengemukakan pendapat.
·         Pimpinan menghendaki bawahan tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
·         Pimpinan menghendaki bawahan patuh terhadap semua perintah yang diberikannya.


5)        Tipe Demokratis
Tipe demokratis jauh berbeda dengan tipe-tipe yang telah kita bicarakan. Pemimpin yang bertipe demokratis selalu berada di tengah-tengah para bawahan sehingga ia terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
Kepemimpinan dengan tipe demokratis mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.    Berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
b.    Bersifat terbuka.
c.    Bawahan diberi kesempatan untuk memberikan saran-saran, ide-ide baru
d.   Dalam mengambil keputusan lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat, daripada keputusan yang bersifat sepihak. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak berhasil maka ditempuh dengan jalan lain yang sesuai dengan alam demokratis, misalnya secara votimg.
e.    Menghargai potensi setiap individu.
f.     Berlangsung dengan mantap.
Kemantapan kepemimpinan demokratis dapat dilihat dalam hal-hal sebagai berikut:
·         Unit-unit organisasi berjalan lancar, melakukan kegiatan sesuai dengan fungsi masing-masing.
·         Otoritas didelegasikan kepada para bawahan.
·         Bawahan merasa senang, aman, tentram.
·         Semangat kerja bawahan tinggi, baik ada pimpinan maupun tidak ada pimpinan.
g.    Pimpinan sering turba (turun ke bawah) melakukan pembinaan dan penyuluhan, yang sekaligus melakukan pengamatan terhadap hasil yang telah dicapai, serta kelemahan-kelemahan atau kekurangan dan kesulitan yang dihadapi para bawahan.

6)        Tipe Open Leadership
Sebenarnya tipe open leadership hampir sama dengan tipe demokratis. Perbedaannya hanya terletak dalam hal pengambilan keputusan. Tipe demokratis lebih mengutamakan musyawarah untuk mufakat sehingga musyawarah dijadikan dasar keputusan. Hasil musyawarah menjadi keputusan pimpinan. Dalam hal ini berbeda dengan tipe open leadership. Pimpinan memang memberikan kesempatan kepada para bawahan untuk memeberikan saran, tetapi keputusan tetap ada ditangan pimpinan.


2.4 Syarat-Syarat Kepemimpinan

 

Syarat-syarat kepemimpinan dibedakan menjadi 3 (tiga) macam :
1)      Persyaratan Kepemimpinan Pada Umumnya
Yang dimaksud dengan persyaratan kepemimpinan pada umumnya adalah persyaratan kepemimpinan yang berlaku bagi pemimpin apa saja. Persyaratan kepemimpinan umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
a.           Sehat jasmaniah maupun rohaniah (fisik maupun mental)
b.         Bertanggungjawab dan obyektif dalam sikap, tindakan dan perbuatan. Adil terhadap yang dipimpin.
c.           Jujur, yang meliputi :
·         Jujur terhadap diri sendiri,
·         Jujur terhadap atasan,
·         Jujur terhadap bawahan, dan
·         Jujur terhadap sesama pegawai
d. Suka melindungi,
e.           Semangat untuk mencapai tujuan,
f.           Cerdas
g.           Percaya pada diri sendiri,
h.           Mudah dan cepat dalam mengambil keputusan,
i.           Memiliki kecakapan teknis,
j.           Mempunyai daya tarik,
k.           Berwibawa.
2)      Persyaratan Khusus dalam Hubungannya dengan Ciri-ciri Khusus Masyarakat
Ciri-ciri khusus masyarakat Indonesia adalah yang berhubungan dengan dasar negara, yaitu Pancasila. Hal ini berarti kepemimpinan Indonesia harus berlandaskan kepada falsafah Pancasila. Kepemimpinan yang berlandaskan falsafah Pancasila. Kepemimpinan yang berlandaskan falsafah Pancasila berisikan azas-azas sebagai berikut:
·         Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu kesadaran akan beragama dan beriman yang teguh.
·         Hing Ngarsa Sung Tulada, Hing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani, yang artinya:
o    Hing Ngarsa (di depan), Tulada (teladan, contoh), yang berarti seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakat harus mampu memberi contoh, memberi teladan yang baik kepada para bawahan/pengikut.
o    Hing Madya (di tengah-tengah), Mangun Karsa (membangun semangat). Seorang pemimpin harus senantiasa ada ditengah-tengah para pengikutnya dan mampu membangkitkan semangat para bawahan.
o    Tut Wuri (dari belakang), Handayani (memberikan dorongan, memberikan pengaruh), yang berarti seorang pemimpin dari belakang ia harus mampu memberikan dorongan, memberikan pengaruh yang baik kepada para bawahan.
Falsafah tersebut memberikan petunjuk bahwa seorang pemimpin tidak harus senantiasa ada di belakang terus-menerus, tetapi juga di depan, dan ada ditengah-tengah para bawahan/masyarakat. Dengan cara demikian maka pemimpin benar-benar menyatu dengan para bawahan/pengikut dalam keadaan atau situasi yang bagaimanapun.
           Waspada Purbawisesa. Artinya: waspada (berawas-awas dan berjaga, tidak lengah), dan Purbawisesa (kekuasaan sepenuh-penuhnya). Jadi seorang pemimpin dalam menjalankan kekuasaannya harus selalu waspada, hati-hati, mau dan mampu mengoreksi diri sendiri dan orang lain (bawahan).
           Ambeg Parameta. Mendahulukan mana yang dianggap lebih penting. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus pandai memilih dan menetapkan berbagai macam masalah, dan dari sekian masalah itu mana yang harus didahulukan untuk mendapat penyelesaian.
           Prasaja. Artinya sederhana. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus bersifat sederhana, tidak berlebihan-lebihan, sederhana dalam tingkah laku.
           Satya, yang artinya setia atau loyal. Hal ini berarti bahwa seorang pemimpin harus loyal kepada bawahan, pimpinan dengan pimpinan, atasan yang bersangkutan, dan kepada organisasi yang dipimpinnya. Loyal kepada organisasi yang dipimpin berarti harus berusaha untuk mengembangkan, memajukan, mengamankan dari segala macam rongrongan yang datang dari segenap penjuru, baik yang dilakukan perorangan maupun kelompok
           Hemat, berarti tidak boros. Pemimpin harus mempergunakan dana yang tersedia seefesien dan seefektif mungkin. Ia harus mampu membatasi penggunaan dana sesuai dengan kebutuhan yang benar-benar penting.
           Terbuka, yang berarti pemimpin harus bersedia menerima saran atau kritik yang membangun dari semua pihak. Ia juga harus berani mempertanggungjawabkan semua tindakannya secara terbuka.
           Penerusan, yang berarti seorang pemimpin harus mempunyai kesadaraan, kerelaan, dan kemauan untuk menyerahkan tugas dan tanggungjawab kepasa generasi penerusan untuk melanjutkan dan mewujudkan cita-cita yang ditentukan. Untuk itu seorang pemimpin harus mampu menyiapkan dan menciptakan kader-kader penerus berkualitas dan dapat diandalkan.

3)      Persyaratan Khusus yang Berhubungan dengan Jenis Kegiatan atau Pekerjaan
Menurut jenis kegiatan atau pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawab pemimpin, kepemimpinan dapat dibedakan menjadi kepemimpinan lini (line leadership), dan kepemimpinan staf (staf leadership). Persyaratan bagi kepemimpinan lini berbeda dengan persyaratan kepemimpinan staf karena fungsi lini berbeda dengan fungsi staf. Meskipun demikian ada beberapa persamaan persyaratan yang harus dimiliki oleh kedua jenis pimpinan itu, anatara lain:
·         Bersifat ramah tamah, dalam tutur kata, sikap dan perbuatan.
·         Mempunyai intelegensi yang tinggi.
·         Sabar, ulet dan tekun dalam menghadapi masalah.
·         Cepat dan tepat dalam mengambil keputusan.
·         Jujur.
·         Adil, dan
·         Berwibawa.
Persyaratan khusus bagi kepemimpinan staf akan di jelaskan dalam uraian tentang kepemimpinan staf.

2.5 Teknik Kepemimpinan

 

Yang dimaksud dengan teknik kepemimpinan ialah dengan cara bagaimana seorang pemimpin menjalankan fungsi kepemimpinannya.
Teknik kepemimpinan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu teknik kepemimpinan secara umum, dan teknik kepemimpinan khusus. Teknik kepemimpinan secara umum adalah teknik kepemimpinan yang berlaku bagi setiap pemimpin, sedang teknik kepemimpinan khusus adalah teknik kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin yang memimpin suatu bidang tertentu. Teknik kepemimpinan khusus akan dibicarakan lebih lanjut dalam uraian tentang kepemimpinan staf.
Teknik kepemimpinan pada umumnya terdiri dari: (1) teknik kepengikutan, (2) teknik human relationship, (3) teknik pemberian teladan, semangat dan dorongan.
1)        Teknik Kepengikutan
Teknik kepengikutan adalah teknik untuk membuat orang-orang suka mengikuti apa yang menjadi kehendak si pemimpin. Ada beberapa sebab mengapa seseorang mau menjadi pengikut, yaitu:
·         Kepengikutan karena peraturan/hukum yang berlaku.
·         Kepengikutan karena agama.
·         Kepengikutan karena tradisi atau naluri, dan
·         Kepengikutan karena rasio.
              Teknik kepengikutan dapat dijalankan dengan penerangan dan propaganda.
a.         Teknik Penerangan ialah dengan cara memberikan fakta-fakta yang objektif. Fakta disebut objektif bila fakta-fakta itu dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, jelas sumbernya, dan tidak bermaksud mengelabuhi para pengikut untuk menutupi kesalahan pemimpin. Supaya fakta itu jelas dan berguna maka fakta-fakta itu harus disampaikan tepat pada waktunya dan disajikan dalam bentuk yang dapat dengan mudah dan cepat dimengerti. Penyajian fakta-fakta yang demikian diharapkan akan dapat menimbulkan kesadaraan dan kepuasaan di kalangan para bawahan sehingga mereka kemudian dengan sukarela mengikuti.
b.        Teknik Propaganda. Teknik propaganda berbeda dengan teknik penerangan. Dalam teknik penerangan pemimpin berusaha untuk memberika pengertian dan kesadaraan kepada para bawahan sehingga mereka menjadi pengikut berdasarkan atas kesadaraan.
Dalam propaganda, seseorang menjadi pengikut karena merasa terpaksa dan takut. Propaganda merupakan suatu cara mengubah pikiran orang lain supaya menjadi pengikut dengan cara-cara yang bersifat negatif, misalnya dengan intimidasi, ancaman, menakut-nakuti, dan dengan paksaan.
2)      Teknik Human Relationship
Human relationship merupakan hubungan kemanusiaan yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan, baik kepuasan jasmaniah. Karena human relations bertujuan untuk mendapatkan kepuasan, teknik human relations dapat dilakukan dengan memberikan berbagai macam kebutuhan kepada para bawahan, baik kepuasan psikologis, maupun kepuasan jasmaniah.
3)      Teknik Memberi Teladan, Semangat dan Dorongan
Dengan teknik ini seorang pemimpin menempatkan diri sebagai pemberi teladan, pemberi semangat, dan sebagai pemberi dorongan. Cara ini dapat dilaksanakan apabila pemimpin berpegangan kepada filsafat: Hing ngarsa sung tulada, hing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Dengan cara demikian diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaraan kepada para bawahan sehingga mereka mau dan suka mengikuti apa yang menjadi kehendak pemimpin.



















 

BAB III

PEMBAHASAN


            3.1 Presiden Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika.
Bung Karno adalah Sang Proklamator, seorang orator ulung yg bisa membangkitkan semangat nasionalisme Rakyat Indonesia. Beliau memiliki gaya kepemimpinan yg sangat populis, bertempramen meledak-ledak, tidak jarang lembut dan menyukai keindahan.

Gaya kepemimpinan yg diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yg juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif & inovatif serta kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara barat (Amerika dan Eropa).

Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan Bangsanya.

Soekarno termasuk sebagai tokoh nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di dlm negeri maupun untuk lingkup Asia, meliputi negeri-negeri seperti India, Cina, Vietnam, dan lain-lainnya. Tokoh-tokoh nasionalis anti-kolonialisme seperti inilah pencipta Asia pasca-kolonial. Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka. Ini khususnya ada dalam dasawarsa l920-an dan 1930-an pada masa kolonialisme kelihatan kokoh secara alamiah dan legal di Dunia

Berikut adalah kelemahan dan kelebihan kepemimpinan presiden soekarno :
Kelemahan
a.       Perekonomian berjalan tidak mulus disebabkan ketidakstabilan politik dalam negeri yang dicerminkan oleh beberapa pemberontakan di sejumlah wilayah.
b.      Kondisi perekonomian Indonesia di orde lama hampir mengalami stagflasi selama 1965 – 1966 dengan PDB hanya 0,5 persen  dan 0,6 persen
c.       Kehancuran ekonomi Indonesia menjelang akhir periode orde lama juga di dorong oleh hiperinflasi yang pada tahun 1966 mencapai 650%.
d.      Sistem perekonomian terpengaruh haluan komunis meskipun indonesia berdasrkan haluan pancasila
Kelebihan
a.       Melakukan kebijakan ekonomi yang di anggap penting dengan mereformasi moneter melalui devaluasi mata uang nasional yang saat itu masih gulden dan pemotongan uang sebesar 50 % atas semua uang yang beredar pada kabinet natsi.
b.      Berani menentang kapitalisme yang di anut perusahaan-perusahaan peninggalan belanda
c.       Menasionalisasi/ mengambil alih perusahaan-perusahaan asing termasuk perusahaan belanda.

3.2  Presiden Soeharto

            Diawali dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966 kepada Letnan Jenderal Soeharto, maka Era Orde Lama berakhir diganti dengan pemerintahan Era Orde Baru. Pada awalnya sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan menonjol dari Presiden Soeharto adalah kesederhanaan, keberanian dan kemampuan dalam mengambil inisiatif dan keputusan, tahan menderita dengan kualitas mental yang sanggup menghadapi bahaya serta konsisten dengan segala keputusan yang ditetapkan.
            Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian.
            Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk berperan dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara. Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan jumlah partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik. Sejumlah besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada militer, dan semua tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada satu partai penguasa Golkar.
            Bila melihat dari penjelasan singkat di atas maka jelas sekali terlihat bahwa mantan Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, dominan, dan sentralistis. Sebenarnya gaya kepemimpinan otoriter yang dimiliki oleh Almarhum merupakan suatu gaya kepemimpinan yang tepat pada masa awal terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan pada masa itu tingkat pergolakan dan situasi yang selalu tidak menentu dan juga tingkat pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Namun, dirasa pada awal tahun 1980-an dirasa cara memimpin Soeharto yang bersifat otoriter ini kurang tepat, karena keadaan yang terjadi di Indonesia sudah banyak berubah. Masyarakat semakin cerdas dan semakin paham tentang hakikat negara demokratis. Dengan sendirinya model kepemimpinan Soeharto tertolak oleh kultur atau masyarakat. Untuk tetap mempertahkan kekuasaannya Soeharto menggunakan cara-cara represif pada semua pihak yang melawannya.
Pada masa Orde baru, gaya kepemimpinannya adalah Otoriter/militeristik. Seorang pemimpinan yang otoriter akan menunjukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dengan ciri-ciri :
  1. Kecendurangan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan maratabat mereka.
  2. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
  3. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Sesuai dengan masalah dan tujuan yang penulis angkat, pengukuran gaya kepemimpinan Presiden Soeharto di sini diukur dari aspek-aspek: (1) Status kepemimpinan dan kekuasaan; (2) Orientasi pada hubungan; (3) Orientasi pada tugas; (4) Cara mempengaruhi orang lain, dan (5) Kepribadian. Maka hasil analisis menunjukkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut.
  • Status kepemimpinan dan kekuasaan
Presiden Soeharto digambarkan sebagai seorang Kepala Negara dibanding sebagai pemimpinan organisasi lainnya. Di media ia hampir tidak pernah ditampilkan sebagai seorang individu atau pribadi. Kecenderungan ini secara jelas terlihat dari frekuensi kemunculan berita yang menunjukkan status Presiden Soeharto ketika menyampaikan pesan-pesan politik adalah sebagai Kepala Negara. Posisi berikutnya menunjukkan status Presiden Soeharto sebagai Kepala Pemerintahan, pemimpin dan juga sebagai  Ketua Dewan Pembina Golkar.
Presiden Soeharto cenderung digambarkan sebagai seorang pemimpin yang menjadi pusat kekuasaan pemerintah dan negara. Media cenderung menggambarkan Presiden Soeharto sebagai pemimpin yang lebih suka berada  di lokasi pusat kekuasaan, di Jakarta sebagai ibukota negara. Meskipun ia sering  melakukan perjalanan dinas dan pribadi/keluarga, baik di dalam maupun di luar negeri, media lebih sering menyajikan liputan tentang aktivitas komunikasi yang dilakukan Presiden Soeharto di Jakarta.
Penggambaran media yang demikian diperkuat dengan penggambaran bahwa ketika di Jakarta Presiden Soeharto lebih sering berada di Istana Negara atau Istana Merdeka dibanding tempat-tempat lainnya yang dapat berfungsi sebagai simbol kekuasaan dirinya sebagai pemimpin tertinggi dalam organisasi pemerintahan, negara,  dan organisasi-organisasi lainnya. Bahkan, ia juga digambarkan sebagai pemimpin yang lebih sering berada di Istana dibanding di  Bina Graha, kantor atau tempat ia biasanya bekerja.
  • Orientasi pada hubungan
Dilihat dari orientasinya pada pemeliharaan hubungan, Presiden Soeharto cenderung ditampilkan sebagai seorang pemimpin yang otoriter, atau dalam istilah Likert (1961) disebut “exploitative-authoritative”, kurang demokratis. Hasil analisis menunjukkan, dari periode ke periode berita yang beredar menunjukkan isi pesan Presiden Soeharto berfungsi menghibur, memberikan dorongan dan bimbingan serta mengundang kritik konstruktif sebagaimana umumnya pemimpin yang demokratis jumlahnya relatif kecil.
Kecuali pada periode awal kekuasaannya, Presiden Soeharto dalam berita suratkabar juga cenderung ditampilkan sebagai pemimpin yang mengutamakan hubungan dengan lembaga pemerintah yang dipimpinnya dibanding dengan lembaga-lembaga politik lainnya. Beliau lebih sering menyampaikan pesan-pesan politik kepada para pejabat pemerintah, seperti menteri, gubernur, bupati, walikota, dan pegawai negeri, dibanding kepada ketua dan anggota DPR / MPR, ketua MA, Hakim Agung, pimpinan dan anggota ABRI, ketua dan anggota Parpol, serta pimpinan dan wartawan media massa. Proporsi berita yang menunjukkan Presiden Soeharto menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat (termasuk para tokoh dan kalangan perguruan tinggi), dan kepada mereka yang duduk di lembaga eksekutif lebih besar dibanding proporsi berita yang menunjukkan ia menyampaikan pesan-pesan kepada pihak lainnya.
Presiden Soeharto juga cenderung ditampilkan sebagai seorang pemimpin yang lebih reaktif dibanding proaktif. Ia lebih sering memberikan tanggapan atau respon terhadap pernyataan orang lain dibanding menunjukkan gagasan/pemikirannya sendiri. Pesan-pesan verbal sebagaimana tercakup dalam ucapan atau pernyataan yang disampaikan Presiden Soeharto kepada berbagai pihak lebih banyak berisi tanggapan dirinya terhadap pertanyaan, opini, sikap, dan perilaku para pejabat dan masyarakat yang dipimpinnya
Selain itu juga  Presiden Soeharto digambarkan sebagai pemimpin yang memiliki fleksibelitas dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinannya. Isi pesan-pesan politiknya dari periode ke periode mengalami pasang-surut. Pada periode awal kepemimpinannya, yakni selama masa  jabatan pertama 1968-1973, dominasi gagasan-gagasan sendiri lebih menonjol dalam pesan-pesan politik Presiden Soeharto. Namun, pada periode pengamalan dan pematangan kepemimpinan, yakni selama masa jabatan kedua sampai kelima 1973-1993, dominasi gagasan-gagasan sendiri semakin menurun, dan kecenderungan ini diimbangi dengan meningkatnya tanggapan atau respon yang ia berikan terhadap gagasan, ucapan, dan tindakan-tindakan orang lain. Sedangkan pada periode puncak dan akhir kepemimpinannya, yakni selama masa jabatan keenam dan ketujuh 1993-1998, isi pesan-pesan politik Presiden Soeharto semakin didominasi oleh tanggapan atau respon yang ia berikan terhadap gagasan, ucapan, dan tindakan-tindakan orang lain.
  • Orientasi pada tugas
Potret Presiden Soeharto cenderung menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih sering memberikan perhatian sangat umum terhadap lingkup pembangunan nasional. Dalam setiap periode kekuasaannya, ia digambarkan jarang memberi perhatian khusus pada lingkup pembangunan lokal saja atau regional saja. Dilihat dari isi pesan-pesan politiknya, pembangunan yang paling sering dibicarakan oleh Presiden Soeharto adalah pembangunan dalam lingkup nasional. Pembangunan lokal Daerah Tingkat II Kabupaten / Kotamadya dan pembangunan regional Daerah Tingkat I Propinsi relatif jarang dibicarakan oleh pemimpin Orde Baru itu.
Surat kabar juga menggambarkan Presiden Soeharto  sebagai pemimpin yang memberikan perhatian pada pembangunan daerah pedesaan dan perkotaan tanpa membedakan diantara keduanya. Presiden Soeharto jarang membicarakan pembangunan yang orientasinya hanya daerah perkotaan atau hanya daerah perdesaan. Dalam media massa ia lebih sering ditampilkan sebagai pemimpin yang membicarakan tentang pembangunan secara keseluruhan, baik daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Selain itu, ia juga digambarkan sebagai pemimpin yang memberi perhatian umum terhadap pelaksanaan pembangunan wilayah. Ia jarang digambarkan sebagai pemimpin yang memberi perhatian khusus pada pembangunan wilayah Barat saja atau wilayah Timur saja.
Hasil analisis juga menunjukkan, Presiden Soeharto cenderung direpresentasikan sebagai seorang pemimpin yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi dibanding pembangunan sektor-sektor lainnya. Baik pada periode awal, periode pengamalan dan pematangan, maupun pada periode puncak dan akhir kepemimpinannya, topik pembangunan yang paling sering dibicarakan oleh Presiden Soeharto adalah ekonomi. Dari sektor-sektor pembangunan yang pernah dibicarakannya, dua sektor yang paling sering dibicarakan Presiden Soeharto adalah sektor Hankam, dan sektor Politik, Aparatur Negara, Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa. Topik yang paling jarang dibicarakan pemimpin tersebut adalah topik pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
  • Cara mempengaruhi orang lain
Presiden Soeharto digambarkan sebagai seorang pemimpin yang otoriter, yang menerapkan gaya kepemimpinan coercive, yang selalu menginginkan agar perintah dan instruksinya dipatuhi orang lain dengan segera. Dalam berita surat kabar Presiden Soeharto cenderung ditampilkan lebih mementingkan keselamatan dan kelangsungan pembangunan nasional. Demikian pentingnya hal itu sehingga bagian besar perintah dan instruksi yang disampaikan Presiden Soeharto kepada orang lain berisi permintaan agar keselamatan dan kelangsungan pembangunan nasional selalu diprioritaskan.
Selain itu, alasan yang juga sering dijadikan landasan argumentasi Presiden Soeharto ketika meminta orang lain untuk mematuhi pesan-pesannya adalah perlunya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, upaya mempertahankan stabilitas politik, upaya menciptakan masyarakat adil dan makmur, upaya membangun kehidupan demokrasi, dan upaya lainnya.
Ketika ia meminta orang lain agar mau mematuhi pesan-pesannya, Presiden Soeharto biasanya memilih kata-kata atau kalimat tertentu. Ia lebih sering menggunakan kata-kata atau kalimat netral dibanding membujuk (persuasive) atau memerintah (instructive ataucoercive). Kesan yang dapat ditimbulkan dari cara menyampaikan perintah atau instruksi yang demikian adalah bahwa pada akhirnya perintah atau instruksi Presiden Soeharto diserahkan kepada masing-masing orang untuk menentukan sikap; apakah mematuhi atau tidak mematuhi pesan-pesan itu.
Meskipun demikian, penjelasan yang disampaikan Presiden Soeharto umumnya hanya berupa penjelasan tentang arti kata / istilah, ungkapan, dan kalimat-kalimat yang diucapkannya. Ia jarang sekali memberikan penjelasan yang bersifat mendorong penggunaan logika agar orang lain secara sadar dan sukarela mau menerima pesan-pesan yang disampaikannya. Kepada orang-orang yang menjadi sasaran pesan-pesannya, ia jarang memberikan contoh-contoh penerapan pesan, menjelaskan manfaat apabila pesan itu diikuti, atau menjelaskan akibat apabila pesan itu tidak diikuti. Tujuan komunikasi yang dilakukan Presiden Soeharto tampaknya hanya agar orang lain menjadi mengetahui, tetapi tidak sampai pada taraf memahami, mencoba, dan memutuskan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.
  • Kepribadian
Menurut penulis Presiden Soeharto adalah seorang pemimpin yang sederhana, tidak suka menonjolkan diri di hadapan orang lain. Ketika berbicara dengan orang lain atau menyampaikan pesan-pesan kepada bawahan atau orang-orang yang dipimpinnya dalam berbagai organisasi, ia tidak suka menunjukkan keberhasilan atau jasa-jasa yang dimilikinya.
Apabila ia berusaha menonjolkan diri sendiri, cara yang digunakan Presiden Soeharto biasanya adalah mengemukakan pengalaman atau jasa-jasa yang pernah diberikannya kepada bangsa dan negara pada masa lalu. Dalam menyampaikan pesan-pesan kepada bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya, Presiden Soeharto berusaha menunjukkan jasanya yang besar dalam membela bangsa dan negara Indonesia, berani melawan musuh-musuh negara baik pada masa perjuangan kemerdekaan maupun pada masa pemberontakan G30S/PKI, dan keberhasilannya dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.
Keberhasilan dan Kegagalan yang Dihasilkan Dari Gaya kepemimpinan Soeharto
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, kepemimpinan mantan Presiden Soeharto telah memberikan berbagaai kemajuan dan juga kemundurun. Hal ini dikarenakan kebijakan yang beliau ambil tergantung kepada gaya kepemimpinan yang beliau anut. Kekurangan dan kelebihan dari gaya kepemimpinan Soeharto yaitu:
  • Keberhasilan yang Dihasilkan Dari Gaya Kepemimpinan Soeharto
Walaupun terdapat berbagai kekurangan dari pemerintahan Soeharto tapi tidak dapat dipungkiri bahwa pada masa pemerintahan Soeharto Indonesia menjadi salah satu negara kaya dan disegani negara lain.
  1. Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.000
  2. Kemajuan sektor migas
  3. Swasembada beras
  4. Sukses transmigrasi
  5. Sukses Program  KB
  6. Sukses memerangi buta huruf
  7. Sukses swasembada pangan
  8. Pengangguran minimum
  9. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
  10. Sukses Gerakan Wajib Belajar
  11. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
  12. Sukses keamanan dalam negeri
  13. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
  14. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
  • Kegagalan Dari Gaya Kepemimpinan Soeharto
  1. Politik
  2. Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
  1. Diskriminasi terhadap Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
  1. Perpecahan bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan “persatuan dan kesatuan bangsa”. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh ketidaksukaan terhadap para transmigrasi.
  1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
  2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah.
  3. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
4.      Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibreidel penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius” (petrus).

3.3 Presiden BJ. Habibie

      Menjadi presiden bukan karena keinginannya. Hanya karena kondisi sehingga ia jadi presiden. Orang yang cerdas tapi terlalu lugu dalam politik. Karena ingin terlihat bagus, ia membuat blunder dalam masalah timor timur.

      Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-Fasilitatif, merupakan sendi dan Kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J Habibie ini, kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih besar. Pada saat itu pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan ekonomi cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka dalam berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi tidak jarang eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi kurang tekun dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara Habiebi pada dasarnya seorang liberal karena kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat.

      Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional, ia cenderung bertindak atau mengambil keputusan secara cepat. Seolah ia kehilangan kesabaran untuk menurunkan amarahnya. Bertindak cepat, rupanya, salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik ini diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan sebagai pribadi yang terbuka, namun terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan alergi terhadap kritik.

3.4 Presiden Abdurrahman Wahid

Seorang kiai yang sangat liberal dalam pemikirannya, penuh dengan ide, sangat tidak disiplin, dan berkepemimpinan ala LSM.

Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan Responsif-Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memihki keabsahan. Pelaksanaan dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana di lapangan, karena merasa ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan atau kebijaksanaan.
Beliau ini awalnya memberikan banyak harapan untuk kemajuan Indonesia. Seolah bisa menjadi figur yang bisa diterima oleh berbagai kelompok didalam dan luar negeri. Tapi setelah menjadi presiden, bicaranya ngelantur tidak karu-karuan. Hari ini A, besok B lusa C. Sebagai rakyat aku sendiri ikut capai mikirin Negara di bawah Gus Dur ini. Orang seperti ini yang dianggap 1/2 wali oleh sebagian orang cukup berbahaya untuk memimpin bangsa. Beruntung MPR melengserkannya dari kursi presiden.

3.5 Presiden Megawati Soekarno Putri

            Berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh Nanggroe Darussalam.

            Gaya kepemimpinan megawati yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi situasi bangsa yang sedang memanas.
           
            Calon yang satu ini merupakan calon lebih banyak menjual image orang tua beliau, dari pada image dirinya sendiri. Beliau merupakan presidennya “wong cilik”, memang benar “wong cilik” yang sering kami tanya mengenai hal ini banyak yang memilih beliau karena beliau mempunyai perhatian yang tinggi kepada mereka dengan menyediakan bahan pokok murah, namun banyak aset perusahaan negara yang dijual untuk membeli bahan pokok bagi rakyat. Memang orang yang hanya berfikir hidup, akan merasa terbantu sekali dengan model kepemimpinan beliau ini. Namun sebagian orang juga tidak setuju penjualan aset tersebut. kurang dapat memprediksikan gaya pemerintahan beliau, karena semuanya lebih bergantung kepada anggota kabinet daripada sosok beliau sendiri.

            Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Ia cukup lama dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan itu diambil, tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan seperti bukanlah suatu ke1emahan. Seperti dikatakan oleh Frans Seda: "Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika, menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya."

            Cukup demokratis, tapi pribadi Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Ia alergi pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah menyentuh visi misi pemerintahannya.


3.6 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

            Beliau ini presiden pertama yang dipilih oleh rakyat. Orangnya mampu dan bisa menjadi presiden. Juga cukup bersih, kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat membaik. Sayang tidak mendapat dukungan yang kuat di Parlemen. Membuat beliau tidak leluasa mengambil keputusan karena harus mempertimbangkan dukungannya di parlemen. Apalagi untuk mengangkat kasus korupsi dari orang dengan back ground parpol besar, beliau keliahatan kesulitan. Sayang sekali saat Indonesia punya orang yang tepat untuk memimpin, parlemennya dipenuhi oleh begundal-begundal oportunis yang haus uang sogokan.

            Pembawaan SBY, karena dibesarkan dalam lingkungan tentara dan ia juga berlatar belakang tentara karir, tampak agak formal. Kaum ibu tertarik kepada SBY karena ia santun dalam setiap penampilan dan apik pula berbusana. Penampilan semacam ini meningkatkan citra SBY di mata masyarakat.

            SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan sementara kalangan yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak "decisive" (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik.











BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
            Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

4.2 SARAN

            Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.






DAFTAR PUSTAKA

·         Google.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar